Harusnya Rp10 Juta Setor Rp500 Ribu

BAEHAQI/RADAR MAJALENGKA
RDP: Komisi II DPRD Majalengka menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Bapenda, Satpol PP dan Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kabupaten Majalengka, Rabu (4/6).
0 Komentar

RADARCIREBON.ID – Komisi II DPRD Kabupaten Majalengka menggelar rapat kerja bersama sejumlah instansi guna membahas penegakan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Rapat yang dilaksanakan pada Rabu (4/6) tersebut melibatkan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dan Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kabupaten Majalengka.

Ketua Komisi II, Dasim Raden Pamungkas, menyampaikan bahwa rapat ini bertujuan memperkuat sinergi antarinstansi dalam rangka mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD), dengan fokus pada tiga sektor utama: pajak restoran, pajak air tanah, dan pajak parkir.

Baca Juga:Longsor Gunung Kuda: Evaluasi Proses Pencarian, Bahas Ulang dengan Forkopimda dan Keluarga KorbanHaji 2025: Jamaah Bergerak ke Arafah, Program Tanazul Mendadak Dibatalkan

“Kami akan melanjutkan pembahasan ini pada Kamis, 12 Juni 2025, dengan kembali mengundang Kasatpol PP, 26 camat, serta para kepala seksi ketertiban (Kasitantib) dari setiap kecamatan,” ujar Dasim, yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Golkar.

Agenda rapat lanjutan akan difokuskan pada pemaparan hasil verifikasi data dari Bapenda, yang mencakup jumlah restoran, titik parkir, serta daftar wajib pajak air tanah di masing-masing wilayah.

Data ini akan menjadi dasar dalam kegiatan sosialisasi kepada para pelaku usaha.

Dalam penjelasannya, Dasim menegaskan bahwa pajak restoran akan dikenakan sebesar 10 persen dari nilai transaksi konsumen. “Jika konsumen makan sebesar Rp100 ribu, maka pajaknya adalah Rp10 ribu. Ini yang akan kita terapkan,” jelasnya.

Untuk mendukung transparansi dan akurasi pelaporan, Komisi II berencana memasang alat pemantau transaksi (tapping box) di setiap restoran.

Alat ini memungkinkan pencatatan otomatis atas jumlah pengunjung, transaksi, dan nilai pajak yang harus disetorkan.

Namun demikian, pelaksanaan kebijakan ini masih menemui sejumlah kendala. Berdasarkan analisis dari Bapenda, ditemukan indikasi bahwa beberapa pelaku usaha tidak jujur dalam pelaporan pajak.

Baca Juga:Belum Ditemukan, Keluarga Korban Longsor Gunung Kuda Sudah Gelar TahlilanHaji 2025: Klinik Kesehatan Haji Daker Makkah Diizinkan Beroperasi

“Ada yang seharusnya menyetor Rp10 juta per bulan, tetapi yang dilaporkan hanya Rp500 ribu. Bahkan, ada yang menolak untuk didata,” ungkap Dasim.

Ia menambahkan, pajak hanya dikenakan kepada pelaku usaha dengan omzet di atas Rp10 juta per bulan. Untuk pelanggaran yang terbukti, tindakan penegakan akan dilakukan oleh Satpol PP.

0 Komentar