RADARCIREBON.ID- Seorang remaja putri warga Kabupaten Cirebon berinisial MMH (17) nekat meminum cairan pembersih lantai. Aksi tak patut ditiru itu dilakukan di sebuah kios tempat MMH bekerja di Pasar Kalitanjung, Kota Cirebon, Jumat (6/6/2025). Ia kini dirawat di RSD Gunung Jati.
Aksi nekat MMH memang diketahui oleh temannya yang kemudian membawanya ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Ketua LBH Barisan Pejuang Demokrasi (Bapeksi) Kota Cirebon Ahmad Faozan TZ SH MH yang memberikan advokasi terhadap korban mengatakan bahwa aksi nekat MMH diduga karena depresi, mengingat biaya untuk melanjutkan sekolah tidak mencukupi.
MMH, kata Faozan, pernah bersekolah, tapi terhenti dan berniat melanjutkan kembali. “Saya membantu MMH yang dalam hal ini menjadi korban dari depresi akibat kemiskinan. Dia tidak bisa melanjutkan SMA,” ungkap Faozan kepada Radar Cirebon, Senin (9/6/2025).
Baca Juga:KDM Salat Id di Cirebon, Janjikan Jalan Mulus Perbatasan Jabar-JatengKeluarga Korban Gunung Kuda Masih Berharap Ada Pencarian Susulan
Lebih lanjut Faozan menjelaskan bahwa MMH saat itu masih bersekolah di SMAN Tengahtani, Kabupaten Cirebon, namun berhenti di tengah jalan karena alasan biaya. Selain itu, MMH juga tinggal di sebuah kamar kost ketika masih sekolah, namun terusir karena tidak bisa membayar sewa.
Nah, menjelang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) atau yang sekarang disebut Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) dibuka, MMH mempunyai keinginan melanjutkan sekolahnya. Untuk itu, dirinya bekerja sampingan jadi pelayan toko buah di Pasar Kalitanjung, Kota Cirebon. Upahnya Rp20 ribu per hari. Upah itu MMH kumpulkan untuk memenuhi kebutuhan atau biaya sekolah.
Namun sayangnya, uang yang dikumpulkan selama 15 hari bekerja menjadi pelayan toko buah itu dinilainya belum mencukupi. Sementara pendaftaran sudah makin dekat, hingga membuat MMH depresi. “Dia ingin sekolah tetapi uang yang didapatnya sangat tidak mencukupi. Makanya dia putus asa dan minum racun,” jelas Faozan.
Masih kata Faozan, MMH merupakan siswi berprestasi. Hal tersebut terlihat saat ia masih menimba ilmu pada sebuah MTs di salah satu pondok pesantren di Kota Cirebon. “Ini anak berprestasi. Dulu saat masih MTs, dia merupakan santriwati yang cerdas, pandai berpidato Bahasa Inggris. Dia depresi tak ada biaya melanjutkan sekolah. Ayahnya hanya buruh,” terang Faozan.