RADARCIREBON.ID – Wakil Sekretaris Jenderal Partai Hanura Serfasius Serbaya Manek, mengeluarkan kritik keras terhadap pertemuan Menteri BUMN Erick Thohir dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang membahas implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN).
Menurut Serfasius, pertemuan itu berpotensi melanggar ketentuan hukum, khususnya terkait Pasal 9G UU BUMN yang menyatakan bahwa direksi, komisaris, dan pengawas BUMN bukan lagi penyelenggara negara.
“Saya mengkritik KPK dan Kejagung yang seakan berkompromi dengan Menteri BUMN terkait penerapan Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025, yang menyatakan direksi dan komisaris bukan lagi penyelenggara negara. Ini sebuah kekeliruan dalam perspektif hukum publik,” ujar Serfasius dalam keterangan pers, kemarin (5/5).
Baca Juga:Optimalisasi Sumber Daya Nasional sebagai Strategi Mitigasi Tarif TrumpKasur Petugas Rusak, Peralatan Kerja Damkar Kota Cirebon Tidak Memadai
Ia menekankan bahwa sejumlah peraturan lain di luar UU BUMN, seperti Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dan UU Penyelenggara Negara yang bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), masih memberikan kewenangan kepada KPK untuk menindak pegawai BUMN yang diduga melakukan korupsi.
“Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48 dan 62 Tahun 2013 juga menegaskan bahwa kekayaan negara yang dikelola BUMN tetap merupakan bagian dari rezim keuangan negara,” tambah Serfasius, yang juga sedang menempuh pendidikan doktoral di Ilmu Hukum Universitas Pelita Harapan .
Serfasius menilai langkah Erick Thohir yang melakukan koordinasi dengan KPK dan Kejagung berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Ketika Menteri BUMN melakukan kunjungan koordinasi ke Kejaksaan Agung dan KPK, itu menjadi sebuah kekeliruan dan patut dicurigai sebagai kompromi yang dapat melanggar aturan hukum,” tegasnya.
Lebih lanjut, Serfasius memperingatkan bahwa sikap semacam ini bisa merusak citra pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yang sebelumnya konsisten menyatakan komitmen untuk memberantas korupsi.
“KPK dan Kejagung seharusnya tidak menerima koordinasi terkait aturan yang berpotensi menimbulkan disharmoni hukum. Mereka tidak memiliki kewenangan legislasi,” pungkas Serfasius. (jpnn)